Bab
2
Ryuzaki
L
mendapat tingkat permusuhan tertentu dari para detektif lain, mereka yang
cemburu menyebutnya seorang detektif pertapa, atau detektif komputer, namun
tidak ada satupun yang memberi gambaran akurat dengan kenyataannya. Naomi
Misora juga cenderung memikirkan L sebagai seorang detektif kursi tangan, tapi
faktanya, L seseorang yang cukup berlawanan, orang yang sangat aktif, individu
yang agresif. Walaupun ia sama sekali tidak tertarik dengan rapat sosial,
tentunya ia bukan sejenis detektif yang mengurung dirinya di dalam ruangan
gelap dengan tirai tertutup dan menolak untuk keluar. Itu sudah umum diketahui
bahwa setelah perang antara tiga detektif terhebat, L, Eraldo Coil dan Danueve
sebenarnya adalah orang yang sama. Tentunya, siapapun yang membaca catatan ini hampir
pasti tahu… meskipun mungkin mereka tidak tahu kalau L terikat perang dengan
Eraldo Coil yang asli, dan Danueve yang asli, yang memunculkan kemenangan, (Mengklaim
kode detektif mereka. Rincian perang detektif ini akan kusimpan di lain
kesempatan, tapi untuk tambahan ketiga nama itu, L mempunyai banyak kode
detektif lainnya. Aku tidak tahu berapa banyak, namun sedikitnya bernilai tiga
digit. Dan kebanyakan itu adalah detektif umum—seperti halnya, sebagai
seseorang yang membaca catatan ini pasti tahu, kemunculannya sebelum Kira,
memanggil dirinya Ryuzaki atau Ryuga Hideki). Tentu saja, Naomi Misora tidak mengetahui
hal itu, namun pada pendapatku, nama L, baginya, hanya salah satu dari sekian
banyak. Ia tidak pernah mempunyai koneksi langsung pada identitas itu. Ia tidak
pernah menganggap dirinya sebagai L, hanya nama itulah yang paling terkenal dan
paling berkuasa di antara kode detektif yang ia gunakan sepanjang hidupnya. Nama
itu memiliki kegunaan, tapi tidak memiliki ketidakjelasan. L mempunyai nama
asli yang tidak seorang pun tahu, tidak akan ada seorang pun yang tahu, namun
nama yang hanya dirinya yang tahu tidak pernah mendefinisikan dirinya.
Terkadang aku ingin tahu jika L sendiri tahu nama mana yang tertulis di dalam
Death Note, karena nama itu yang membuatnya terbunuh.
Aku
ingin tahu.
Tapi
kembali ke Kasus Pembunuhan BB di Los Angeles.
“Ryuzaki…”
ujar Naomi Misora, melihat kartu bisnis hitam yang diserahkan padanya tanpa
perlu menyembunyikan kecurigaannya. “Rue Ryuzaki, benar?”
“Ya.
Rue Ryuzaki,” kata pemuda itu, dengan nada tenang yang sama. Mata besarnya
memandangi Misora melalui lingkaran gelap di sekitarnya, dan ia menggigit kuku
ibu jarinya.
Mereka
telah berpindah dari kamar tidur menuju ruang tengah rumah Believe Bridesmaid.
Mereka duduk berseberangan satu sama lain di atas sofa mewah. Ryuzaki duduk
dengan kedua lutut di angkat dan lengan yang melingkarinya. Misora mengira itu
terlihat sedikit kekanak-kanakan, namun karena Ryuzaki jelas sudah bukan
anak-anak lagi, jadi tampak sedikit mengerikan. Faktanya ia tidak bisa
mengomentarinya sama sekali karena ia juga tumbuh dewasa. Untuk menghilangkan
keheningan canggung ini, Misora memandang kartu itu lagi—Rue Ryuzaki, Detektif.
“Berdasarkan
pada kartu ini, kau seorang detektif?”
“Ya,
benar.”
“Maksudmu…
detektif pribadi?”
“Bukan,
istilah itu sangat tidak tepat. Saya merasa kata ‘pribadi’ disertai dengan kelebihan
egoisme neurotik… Bisa dikatakan bahwa saya adalah detektif
non-pribadi—detektif tanpa ego.
“Begitu…”
Dengan
kata lain, ia tidak punya lisensi.
Jika
Misora mempunai pena, ia akan menuliskan “bodoh” di kartu itu, namun sayangnya,
tidak ada alat tulis yang bisa dijangkau, jadi ia sudahi dengan meletakkannya
di atas meja sejauh mungkin, seolah-olah kartu itu kotor.
“Jadi,
Ryuzaki… biar kutanyakan lagi, apa yang sebenarnya sedang kau lakukan di bawah
sana?”
“Sama
seperti Anda. Menyelidiki,” kata Ryuzaki, tanpa sedikitpun perubahan ekspresi
di wajahnya. Mata hitam bundarnya tidak pernah berkedip. Agak terguncang.
“Saya
disewa oleh orang tua pemilik rumah ini—oleh orangtuanya Tuan Bridesmaid, dan
sekarang saya sedang menyelidiki pembunuhan tersebut. Tampaknya Anda di sini
untuk alasan yang sama, Misora.”
Dengan
maksud ini Misora tidak begitu peduli siapa Ryuzaki itu—detektif pribadi
ataupun detektif non-pribadi, ia tidak ingin melakukan apapun dengannya.
Satu-satunya yang menjadi masalah adalah seberapa banyak percakapan yang ia
dengar dari bawah tempat tidur itu… yang mana skenario terburuk ini bisa
mempengaruhi karirnya nati. Jika ada informasi apapun tentang L yang misterius
itu dipublikasikan karena kesalahannya, ia akan melakukan hal yang lebih besar
daripada sekedar mengundurkan diri. Ia menyinggung pembicaraan itu sambil lalu,
dan pemuda itu mengaku kalau tempat tidur itu meredam suaranya sehingga ia
tidak bisa mendengar apa yang Misora bicarakan, tapi itu bukanlah hal yang akan
ia percayai begitu saja.
“Ya…
aku juga seorang detektif,” ujar Misora, merasa tidak punya pilihan lain. Jika
ia sedang tidak cuti, ia akan menyatakan dirinya sebagai agen FBI, tapi karena
ia cuti, ia tidak ingin mengambil risiko dirinya akan dimintai oleh orang itu
untuk memperlihatkan lencananya. Tampak lebih aman kalau
berbohong—bagaimanapun, ada kemungkinan jelas ia juga berbohong. Misora tidak
perlu merasa bersalah.
“Aku
tidak bisa mengatakan kepada siapa aku bekerja, tapi aku telah diminta untuk
merahasiakan penyelidikan ini. Untuk mencaritahu siapa yang membunuh Believe
Bridesmaid, Quarter Queen, dan Backyard Bottomslash…”
“Oh
ya? Kalau begitu kita bisa bekerja sama!” ujarnya segera. Kegelisahan pada
tingkat ini anehnya menjadi menyegarkan.
“Jadi,
Ryuzaki. Apa kau menemukan sesuatu di bawah tempat tidur itu yang mungkin akan
berguna dalam memecahkan kasus ini? Kukira kau sedang mencari sesuatu yang mungkin
pembunuh itu tinggalkan, tapi…”
“Tidak,
bukan hal yang seperti itu. Saya mendengar seseorang memasuki rumah ini, jadi
saya memutuskan untuk bersembunyi dan melihat situasi. Kemudian sudah jelas
sekali bahwa Anda bukan orang yang berbahaya, makanya saya muncul.”
“Orang
yang berbahaya?”
“Ya.
Misalnya, pembunuh itu sendiri, datang kembali untuk mengambil sesuatu yang
terlupakan. Jika itu yang terjadi, sungguh sebuah kesempatan bagus! Namun
rupanya harapan saya sia-sia.”
Bohong.
Ia
bisa mencium adanya kebohongan.
Misora
sekarang hampir sepenuhnya yakin bahwa ia bersembunyi di bawah sana untuk
mendengarkan percakapannya dengan L. Di lain situasi, mungkin saja itu hanyalah
paranoia, namun karakter Ryuzaki ini bukanlah seorang manusia biasa.
Tidak
ada hal tentangnya yang tidak menimbulkan kecurigaan.
“Bagaimanapun,
malahan saya cukup beruntung bertemu dengan Anda, jadi harapan saya tidak
sepenuhnya terhapus. Ini bukan novel ataupun komik, jadi tidak ada alasan bagi
seorang detektif untuk saling meremehkan. Bagaimana dengan Anda, Misora? Apakah
Anda setuju untuk pertukaran informasi?”
“Tidak.
Terima kasih atas tawarannya, tapi aku harus menolak. Aku berkewajiban untuk
tetap menjaga rahasia,” balas Misora. L telah memberinya segalanya mengenai
kasus yang siapapun bisa memperolehnya—tampaknya ia tidak akan mendapat
informasi apapun dari seorang detektif yang tidak berpengalaman. Dan tentu
saja, ia tidak berniat untuk memberikannya apapun. “Aku yakin kau punya
rahasiamu juga.”
“Saya
tidak punya rahasia.”
“Tentu
saja ada. Kau seorang detektif.”
“Oh?
Kalau begitu saya punya.”
Fleksibel.
Di
lain hal kelihatannya sangat baik dengannya.
“Namun
tampaknya memecahkan kasus ini harus lebih diutamakan… Baiklah, Misora. Bagaimana
dengan ini: saya akan menyediakan Anda dengan semua informasi yang saya punya
tanpa balasan apapun.”
“Eh…?
Uh, aku tidak mungkin bisa…”
“Saya
mohon. Pada akhirnya, bukan menjadi masalah jika saya yang memecahkan kasus ini
atau Anda yang memecahkannya. Keinginan klien saya adalah untuk melihat kasus
ini terpecahkan, dan hanya untuk melihatnya terpecahkan. Jika Anda memiliki
pemikiran yang lebih tajam dari saya, maka memberitahu Anda semuanya akan lebih
efektif.”
Semuanya
terdengar bagus, tapi orang itu hampir tidak bisa memikirkannya secara nyata,
sehingga kewaspadaan Misora tentang Ryuzaki tumbuh semakin jelas. Apa yang
dicarinya? Beberapa menit yang lalu ia mengarang kebohongan, mengaku kalau ia
mengira Misora mungkin adalah si pembunuh yang kembali ke tempat kejadian,
namun teori itu tampaknya jauh lebih cocok untuk seorang pemuda yang
bersembunyi di bawah tempat tidur daripada untuknya.
“Anda
boleh memutuskan jika Anda ingin memberikan informasi apapun untuk saya
setelahnya. Jadi, yang pertama, ini,” ujar Ryuzaki, mengeluarkan secarik kertas
terlipat dari kantung celana jeansnya. Ia menyerahkan kertas itu pada Misora,
tanpa perlu membukanya dulu. Misora mengambilnya, dan membukanya dengan ragu.
Itu adalah teka-teki silang. Sebuah jaringan, dan petunjuk dengan tulisan yang
kecil. Misora memiliki firasat kertas apa ini.
“Ini…”
“Oh?
Anda tahu tentang kertas itu?”
“Tidak…
tidak secara langsung,” ia tergagap, tidak tahu bagaimana reaksinya. Sudah
jelas kalau ini adalah teki-teki silang yang sama dengan yang dikirimkan ke
LAPD pada 22 Juli, tapi L mengatakan kalau teka-teki yang aslinya sudah
dibuang, jadi apa ini salinannya? Bagaimana pemuda ini bisa… bagaimana bisa
Ryuzaki berjalan-jalan dengan kertas yang dijejalkan di kantungnya? Saat Misora
memikirkannya mati-matian, Ryuzaki menatapnya dengan pandangan menilai. Seolah
ia sedang menilai kemampuannya
berdasarkan pada reaksinya…
“Izinkan
saya untuk menjelaskan. Sebulan yang lalu, pada 22 Juli, teka-teki silang ini
dikirimkan ke LAPD oleh pengirim yang tidak diketahui. Tampaknya, tidak
seorangpun yang bisa memecahkannya, namun jika Anda memecahkan teka-teki ini,
akan memberi Anda alamat rumah ini. Bisa saja itu adalah sejenis peringatan
dari si pembunuh untuk polisi dan masyarakat umum. Pernyataan perang, mungkin.”
“Begitu.
Lagipula…”
Meskipun
L sudah mengatakannya, sebagian dirinya masih menolak hal seperti teka-teki
silang barusan, tapi sekarang ia bisa membaca petunjuknya sendiri, memang terlihat
sangat sulit. Petunjuk tersebut seakan membuat frustasi sehingga kebanyakan
orang akan menyerah sebelum mencoba untuk memecahkannya. Tapi pemuda di
seberangnya itu telah memecahkannya seorang diri?
“Kau
yakin jawabannya menunjukkan alamat ini?”
“Ya.
Jangan sungkan untuk menyimpannya dan memecahkannya saat Anda luang jika Anda meragukan
saya. Lagipula, pembunuh yang mengirim peringatan biasanya hanya untuk mencari
perhatian, mengira kalau mereka tidak bisa menebak maksudnya. Lalu Wara Ningyo
dan ruangan terkunci adalah aspek dari kasus yang sesuai dengan profilnya.
Sepertinya ada kesempatan yang sangat bagus untuk beberapa pesan yang lain…
atau sesuatu seperti pesan, yang tertinggal di tempat kejadian. Anda setuju,
Misora?”
Kesimpulan
yang sama dengan L. Siapa pemuda ini sebenarnya?
Jika
ia dengan mudahnya menyatakan deduksi yang sama dengan L, Misora mungkin
menganggapnya sebagai perhitungan dari percakapan yang didengarnya saat
bersembunyi di bawah tempat tidur, namun untuk dirinya yang mempunyai salinan
teka-teki itu, teka-teki yang hanya seseorang seperti L yang mampu
mendapatkannya… Keraguan mengenai identitas Ryuzaki menjadi hal yang sangat
penting untuknya sekali lagi.
“Permisi,”
kata Ryuzaki, menurunkan kedua kakinya di atas lantai dan pergi, masih membungkuk,
ke arah dapur—seolah menyelip keluar dari ruangan untuk memberi Misora waktu
untuk tenang. Ia membuka kulkas dengan gerakan terlatih, seolah itu adalah
rumahnya, menjulurkan tangannya ke dalam, dan mengeluarkan sebuah toples—dan
kemudian berjalan terseret-seret kembali ke sofa, membiarkan pintu kulkasnya
terbuka. Tampaknya itu adalah setoples selai stroberi.
“Ada
apa dengan selai itu?”
“Oh,
ini punya saya. Saya membawanya sendiri dan menaruhnya di sana agar tetap
dingin. Ini waktunya makan siang.”
“Makan
siang?”
Masuk
akal jika tidak ada makanan di dalam kulkas milik seorang pria yang sudah
meninggal dua minggu yang lalu, tapi makan siang? Misora menyukai itu juga,
tapi ia tidak melihat adanya roti—dan awalnya tidak mempunyai gagasan yang berseberangan
dengan pikirannya ketika Ryuzaki membuka penutupnya, memasukkan tangannya ke
dalam, menyendokkan selai, dan mulai menjilati jari-jarinya.
Naomi
Misora memandanginya dengan ternganga. Tak dapat berkata apa-apa.
“Mmm?
Ada yang salah, Misora?”
“K-kau
mempunyai kebiasaan makan yang aneh.”
“Oh
ya? Saya tak berpikir begitu.”
Ryuzaki
menyuapi segenggam selai lagi ke dalam mulutnya.
“Ketika
saya mulai berpikir, saya membutuhkan sesuatu yang manis. Jika saya ingin
bekerja lebih baik, selai yang terpenting. Gula baik untuk otak.”
“Hunh…”
Misora
berpendapat bahwa otak Ryuzaki membutuhkan lebih banyak perhatian medis khusus
daripada gula, namun saat ini, ia tidak berani mengatakannya begitu. Bahasa
tubuh pemuda itu mengingatkannya pada Beruang Pooh, tapi Ryuzaki tidak kuning ataupun
menggemaskan, dan hanya sedikit beruang yang cenderung tidak melakukan apa-apa
daripada pemuda yang agak tinggi dengan tubuh bungkuk. Ketika ia sudah memakan
empat genggam selai, ia meneruskannya dengan menempelkan bibirnya langsung ke
pinggiran toples seperti cangkir teh dan menghisap isinya dengan berisik. Dalam
beberapa waktu ia telah menghabiskan seluruh selainya.
“Maaf
atas penundaannya.”
“Oh…
tidak apa.”
“Saya
masih punya selai lagi di kulkas jika Anda mau?”
“T-tidak,
trims…”
Makanan
tadi seperti siksaan. Ia akan menolaknya walaupun ia akan mati kelaparan.
Setiap urat dalam tubuhnya menolak Ryuzaki. Seluruhnya. Misora tidak pernah
yakin dalam kemampuannya untuk memalsukan senyuman, tapi satu hal yang
mengarahkannya sekarang sangatlah menyakinkan. Orang bisa tersenyum bahkan saat
ketakutan.
“Baiklah,”
kata Ryuzaki, menjilat selai yang ada di jarinya, tidak memberi tanda bagaimana
ia menanggapi reaksi Misora. “Jadi, Misora, mari kita pergi.”
“Pergi?
Pergi ke mana?” tanya Misora, dengan depresi mencoba mencari cara untuk menolak
kemungkinan Ryuzaki berusaha menjabat tangannya.
“Sudah
jelas,” kata Ryuzaki. “Melanjutkan penyelidikan kita di tempat ini, Misora.”
Saat
ini, Misora masih mampu (sewenang-wenang) memilih jalannya pada apa yang akan
terjadi. Ia bisa saja secara fisik mengusir keluar Ryuzaki dari rumah Believe
Bridesmaid, dan kita bahkan bisa mengatakan bahwa melakukan itu akan menjadi
reaksi paling bijaksana atas kehadirannya, namun disamping menjadi sangat,
sangat terbujuk untuk mengambil pendekatan masuk akal, Misora mengubah
pikirannya untuk membiarkannya tinggal. Lebih dari apapun, kemungkinan kalau ia
mendengar percakapannya dengan L meningkatkan Ryuzaki sebagai bahaya, dan
bahkan tanpa dirinya yang mencurigakan, mengancam, dan mempunyai salinan teka-teki
silang itu, yang menentukan kesepakatannya. Misora harus membuatnya di bawah
pengawasannya sampai ia mengetahui siapa orang itu. Tentunya, seseorang yang
lebih mengetahui situasinya, seseorang sepertiku, bisa dikatakan bahwa inilah
yang sebenarnya Ryuzaki harapkan, persisnya apa yang ia coba untuk dicapai,
namun terlalu banyak untuk mengharapkan
Naomi Misora menyadari hal ini lebih awal. Bagaimanapun, beberapa tahun setelah
Kasus Pembunuhan BB di Los Angeles, ketika ia terbunuh oleh Kira, Misora
menyisakan keyakinan kalau ia belum pernah bertemu L secara langsung, ia hanya
mematuhi perintah suara tambahan melalui layar komputernya. Tergantung dari
bagaimana kau melihatnya, mungkin akan menjadi hal yang bagus untuk dunia
bahkan si pembunuh Kira, tahu seberapa dalam hubungan Misora dengan L, tidak
akan pernah bisa membunuhnya dengan cepat. Kehidupan L hanya diperpanjang
beberapa tahun, bahkan baik itu mungkin berterimakasih pada Misora… tidak,
bahkan tentang penilaian spelukasi itu.
Kembali
ke inti.
Siapapun
yang sudah membaca Sherlock Holmes akan mengingat gambaran hidup dari detektif
hebat yang mengelilingi ruangan, mengamati seluruhnya dekat-dekat dengan kaca
pembesar. Gambar ikon yang sangat kuat hubungan dengan novel detektif lama dan
tidak pernah satupun yang melihat detektif yang berkelakuan seperti itu. Untuk
hal itu, istilah novel detektif hampir tidak pernah digunakan—mereka
menyebutnya novel misteri, atau thriller.
Tidak seorang pun yang ingin seorang detektif menyimpulkan apapun—lebih
mengasyikkan jika mereka hanya berkata tanpa berpikir pada kenyataannya. Proses
menyimpulkan sesuatu memerlukan banyak pekerjaan dan tidak pernah seorang
jenius butuh bekerja. Sama seperti komik-komik lelaki di Jepang, terkenal di
seluruh dunia. Buku yang paling popular semuanya mempunyai seorang pahlawan
dengan kekuatan yang luar biasa.
Jadi
ketika mereka memasuki kamar tidur dan Ryuzaki tiba-tiba turun merangkak di
atas lantai, seperti saat ia muncul dari bawah tempat tidur, dan mulai berjalan
merangkak ke seluruh ruangan (sekalipun tanpa kaca pembesar). Misora benar-benar
terkejut. Berada di bawah tempat tidur tidak menjadi satu-satunya alasan untuk
postur ini, tampaknya. Ryuzaki tampak terbiasa menghabiskan waktu dengan
merangkak sehingga ia terlihat bersiap untuk memanjati dinding dan melintasi
langit-langit.
“Apa
yang Anda tunggu, Misora? Bergabunglah dengan saya!” Misora menggelengkan
kepalanya sangat cepat sampai pandangannya kabur.
Itu
akan menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang wanita. Tidak, sebagai seorang
manusia—mengikuti Ryuzaki akan selalu memisahkannya dari sesuatu yang sangat
penting.
“Oh?
Memalukan sekali,” ucap Ryuzaki, tampaknya tidak pernah memiliki sesuatu yang
kritis pada pokoknya. Ia menggelengkan kepalanya sedih dan melanjutkan
pencariannya di ruangan itu.
“T-tapi
Ryuzaki… aku tidak mengira ada sesuatu yang tertinggal untuk dicari di sini.
Maksudku, polisi pasti sudah mencarinya dengan baik…”
“Tapi
polisi mengabaikan teka-teki silang tersebut. Hal itu tidak akan mengejutkan
saya sama sekali jika mereka melupakan sesuatu yang lain di sini.”
“Jika
kau berkata begitu… tapi hanya sedikit yang bisa dikerjakan. Kuharap aku punya
petunjuk untuk apa yang sekiranya ingin kucari—ruangan ini terlalu kosong untuk
hanya buang-buang waktu secara acak dan rumah ini terlalu besar.
“Petunjuk…?”
kata Ryuzaki, berhenti sebentar dengan setengah merangkak. Kemudian ia
menggigit kuku ibu jarinya pelan dengan sangat hati-hati selagi berpikir
sejenak, namun gerakan itu menunjukkan sifat kekanak-kanakan yang membuatnya
terlihat seperti orang bodoh. Misora tidak bisa memutuskan kemenangan mana yang
muncul. “Apa yang Anda pikirkan, Misora? Ketika Anda masuk ke dalam, apakah
Anda memikirkan sesuatu? Adakah ide yang mungkin membantu untuk
mempersempitnya?
“Umm…
yah, tapi…”
Ada
sesuatu yang tersayat di dada korban. Ia tidak yakin untuk memberitahu Ryuzaki
tentang itu. Tapi itu juga benar kalau sebaliknya ia tidak memperoleh hasil
apapun… baik itu dengan kasus, atau dengan Ryuzaki. Mungkin ia akan mengujinya,
sama seperti Ryuzaki yang mengamati reaksinya ketika ia menyerahkan teka-teki
silang itu. Jika ia memainkan kartunya dengan benar, ia mungkin akan mengungkap
jika Ryuzaki mendengar pembicaraan teleponnya dari bawah tempat tidur.
“Baiklah…
Ryuzaki, sebagai rasa terima kasih untuk sebelumnya, dibanding bertukar
informasi lengkap… tolong lihat foto ini.”
“Foto?”
kata Ryuzaki, dengan reaksi yang berlebih-lebihan sehingga orang akan mengira
ia tidak pernah mendengar kata itu sebelumnya. Ia datang menghampiri Misora,
masih dengan kedua tangan dan kaki di lantai, dan tanpa repot-repot berbalik
memutar.
Ryuzaki
merangkak mundur ke arahnya, kelakuan yang tentunya akan membuat anak kecil
menangis. “Gambar korban,” ujar Misora, menyerahkan foto otopsi padanya.
Ryuzaki
mengambilnya, mengangguk kaku—atau membuatnya tampak mengangguk kaku. Sudah
banyak Misora mengujinya dari reaksi luarnya, dan ia sama sekali tidak bisa
membaca apapun.
“Bagus,
Misora!”
“Ya?”
“Berita
tidak menyebutkan kalau tubuhnya disayat seperti ini, yang berarti foto ini
dari arsip kepolisian. Saya terkesan Anda bisa mendapatkannya. Anda jelas bukan
detektif biasa.”
“…Lalu
bagaimana kau bisa mendapat teka-teki silang itu, Ryuzaki?
“Itu
menjadi kewajiban saya untuk menjaga rahasia.”
Perkataannya
tadi berbalik menyentakknya dengan mudah. Ia terlambat menginginkan dirinya
membiarkan Ryuzaki untuk menyangkal kalau ia mempunyai rahasia, yang tidak
pernah mengajarkannya konsep pada pokoknya.
Misora
juga yakin hal itu tidak membuat pertimbangan gramatikal.
“Saya
tidak akan menanyakan bagaimana Anda memperoleh foto ini, Misora. Tapi
bagaimana ini menghubungkan pada ide Anda?”
“Ya,
baik… aku ingin tahu jika pesan itu mungkin adalah sesuatu yang tidak berada di
ruangan ini sama sekali, tapi sempat berada di ruangan ini saat itu. Dan hal
yang sudah jelas berada di sini, namun tidak ada…”
“Yaitu
penghuni ruangan, Believe Bridesmaid. Pintar.”
“Dan
jika kau melihat gambar ini dari sudut yang benar… tidakkah luka itu terlihat
seperti huruf bagimu? Aku ingin tahu jika itu mungkin sejenis pesan…”
“Oh?”
kata Ryuzaki, memegang gambar itu dengan sempurna sambil menggerakkan
kepalanya berputar dengan
tersentak-sentak. Apakah tidak ada tulang keras di lehernya? Ia bergerak
seperti manusia karet. Misora berusaha untuk memalingkan muka.
“Tidak,
bukan huruf…”
“Bukan?
Kupikir itu terlalu sulit untuk dibaca…”
“Tidak,
tidak, Misora. Saya tidak menyangkal semua gagasan itu, hanya sebagiannya saja.
Itu bukan huruf, tapi angka Romawi.”
Oh.
Benar,
angka Romawi, sama seperti yang ia lihat di jam dan barang kecil setiap hari—V
dan I, jelas sekali, dan C, M, D, X, dan L… ia seharusanya menyadarinya ketika
melihat tiga I yang berjajar—itu bukan tiga I, tapi III. Namun di sana ada L
sebelahnya, dan ia menghubungkannya dengan nama detektif dan membingungkan
dirinya.
“I
adalah satu, II adalah dua, III adalah tiga, IV adalah empat, V adalah lima, VI
adalah enam, VII adalah tujuh, VIII adalah delapan, IX adalah sembilan, X
adalah sepuluh, L adalah lima puluh, C adalah seratus, D adalah lima ratus, M
adalah seribu. Jadi luka itu bisa dibaca sebagai 16, 59, 1423, 159, 13, 7, 582,
724, 1001, 40, 51, dan 31,” ujar Ryuzaki, membaca angka sulit itu tanpa jeda
sedikitpun. Apa karena ia pandai dalam angka romawi, atau karena ingatannya
benar-benar bekerja sangat cepat?
“Itu
hanya sebuah foto, jadi mungkin saja saya tidak membacanya dengan benar, tapi
ada delapan puluh persen kemungkinan saya benar.”
“Persen?”
“Bagaimanapun,
saya takut itu tidak mengubah keadaan. Kecuali jika kita mengetahui apa maksud
dari angka-angka itu, berbahaya untuk menduga itu adalah pesan dari si
pembunuh. Boleh jadi itu menjurus ke arah yang salah.”
“Permisi,
Ryuzaki,” kata Misora, mengambil langkah mundur.
“Untuk
apa?”
“Aku
perlu memperbaiki riasanku,”
Tanpa
menunggu balasan, Misora meninggalkan kamar tidur dan menaiki tangga menuju
toilet di lantai dua (bukan lantai satu). Ia mengunci pintunya dari dalam dan
mengeluarkan ponselnya. Ia sempat ragu beberapa saat, lalu menelepon L. Nomor
pada baris ke lima. Ada bunyi ‘bep’ singkat seolah itu menghapus sedikit
perjuangan, dan akhirnya tersambung.
“Ada
apa, Naomi Misora?” Suara sintesis itu.
Merendahkan
suaranya dan menyembunyikan mulutnya di balik tangannya, Misora berkata, “Ada sesuatu
yang perlu kulaporkan.”
“Kemajuan
dalam kasus? Kerja yang cepat sekali.”
“Tidak…
uh, sedikit. Aku mungkin tiba-tiba menemukan sebuah pesan dari si pembunuh.”
“Bagus
sekali.”
“Tapi
bukan aku yang menemukannya. Bagaimana aku mengatakan ini… seorang detektif
pribadi yang misterius…” Seorang detektif pribadi yang misterius.
Ekspresinya
hampir membuat Misora tertawa. “…baru saja menunjukkan diri.”
“Begitu,”
ujar suara sintesis itu, dan kemudian hening.
Itu
adalah keheningan yang tidak nyaman bagi Misora, ia telah membuat keputusan
untuk menunjukkan Ryuzaki gambar itu dan mencoba untuk mengujinya. Ketika L tidak
mengatakan apapun, Misora meneruskan untuk menjelaskan apa yang Ryuzaki katakan
mengenai foto otopsi itu. Dan kalau ia mempunyai salinan teka-teki silang
tersebut. Potongan informasi ini akhirnya menimbulkan reaksi dari L, tapi
karena itu adalah suara sintesis, ia tidak bisa membaca emosi di baliknya.
“Apa
yang harus kulakukan? Sebetulnya, kupikir bebahaya jika aku mengawasinya.”
“Apakah
ia keren?”
“Hunh?”
Pertanyaan
L benar-benar menyimpang dari pembicaraan, dan ia memaksa untuk menanyakan itu
dua kali sebelum Misora menjawab, masih tak mampu untuk bekerja dengan apa yang
ia jelaskan.
“Tidak,
sama sekali tidak,” katanya, terus terang. “Mengerikan dan menyedihkan, dan
sangat mencurigakan sehingga jika aku sedang tidak cuti, aku akan menangkapnya
saat aku melihatnya. Jika kita membagi semua orang di dunia menjadi yang lebih
baik mati dan yang tidak, tanpa diragukan lagi bahwa ia adalah yang pertama. Benar-benar
seperti orang sinting sampai membuatku takjub ia belum membunuh dirinya
sendiri.”
“….”
Tidak
ada jawaban.
Tentang
apa ini?
“Naomi
Misora, instruksi Anda.”
“Ya?”
“Saya
anggap Anda memikirkan hal yang sama dengan saya, tapi biarkan detektif pribadi
itu melakukan apa yang ia suka untuk saat ini. Sebagian karena itu berbahaya
membiarkannya di luar pengawasan Anda, namun yang lebih terpenting karena
pentingnya mengamati tindakannya. Saya yakin pujian untuk kesimpulan foto
otopsi itu lebih kepada Anda daripada untuknya, tapi ia jelas bukan orang
biasa.”
“Aku
setuju.”
“Apakah
ia di dekat sini?”
“Tidak,
aku sendirian. Aku meneleponmu dari kamar mandi di lantai atas dan di belakang
rumah, jauh dari kamar tidur.”
“Kembalilah
ke sisinya segera. Saya akan mengikutinya, dan mencoba menemukan jika seorang
detektif bernama Ryuzaki benar-benar disewa oleh orangtua Believe Bridesmaid.”
“Oke.”
“Anda
bisa menggunakan baris yang sama lain kali menelepon.” Dan ia memutuskannya.
Misora langsung mematikan ponselnya.
Ia
harus segera kembali, jadi Ryuzaki tidak akan curiga, tapi ia harus berada di
sisinya saat waktu yang agak tidak tepat, pikirnya, meninggalkan kamar mandi.
Ryuzaki
sedang berdiri di luar pintu. “Eeh…!”
“Misora.
Anda di sini?”
Ia
tidak sedang merangkak, meskipun demikian, Misora menahan napasnya. Sudah
berapa lama ia berada di sana?
“Setelah
Anda meninggalkan ruangan, saya menemukan sesuatu yang menarik, dan tidak bisa
menunggu. Jadi saya datang untuk mencari Anda. Apa Anda sudah selesai?”
“Y-ya…”
“Lewat
sini.”
Ryuzaki
melangkah pergi, masih membungkuk, menuju tangga. Masih terguncang, Misora
mengikutinya. Apakah ia menguping melalui pintu? Pertanyaan ini menyiksanya. Ia
menemukan sesuatu yang menarik? Mungkin itu hanya untuk mengalihkan
pembicaraan… ia telah menjaga suaranya sangat rendah dan tidak mungkin ia bisa
mendengarnya, tapi bagaimanapun ia pasti hampir mencobanya. Yang mana itu
berarti…
“Oh,
Misora,” ucap Ryuzaki, tanpa berbalik.
“Y-ya?”
“Mengapa
saya tidak mendengar siraman toilet sebelum Anda meninggalkan ruangan?”
“Agak
tidak sopan menanyakan perempuan sesuatu seperti itu, Ryuzaki,” atur Misora,
meringis sekilas pada kesalahannya. Ryuzaki tidak tampak berubah.
“Oh
ya? Meskipun begitu… jika Anda lupa menyiramnya, tidak begitu terlambat. Anda
masih bisa kembali. Jenis kelamin
dianggap sama dalam peilaku kebersihan.”
Cara
yang menakutkan sekali untuk dilebih-lebihkan. Pada setiap makna perkataannya.
“Aku
sedang menelepon. Hanya pengecekan teratur dengan klienku. Tapi aku tidak ingin
kau mendengar hal itu.”
“Oh?
Walaupun begitu, mulai sekarang, saya anjurkan untuk menyiramnya. Itu
memberikan kamuflase yang bagus.”
“Kukira
begitu.”
Mereka
sampai di kamar tidur. Ryuzaki menurunkan kedua kaki dan tangannya menyeberang
ambang pintu. Terlihat seperti metode penyelidikan yang mencontoh Sherlock
Holmes daripada semacam pembawa sial religius.
“Sebelah
sini.” Ryuzaki berusaha melewati karpet ke arah rak buku.
Rak
buku Believe Bridesmaid, dengan lima puluh tujuh buku yang memenuhi tanpa
celah. Itu adalah tempat pertama yang Misora periksa setelah berbicara dengan
L. “Kau bilang kau menemukan sesuatu?”
“Ya.
Sesuatu yang baru—bukan, mari kita pertegas. Saya telah menemukan sebuah fakta
penting.” Usahanya untuk terdengar keren mengganggu Misora. Ia abaikan itu.
“Jadi
kau menemukan petunjuk dari sesuatu yang ada di rak buku, maksudmu?”
“Lihat
sini,” kata Ryuzaki, menunjuk ke sisi kanan pada rak kedua dari bawah. Ada
kumpulan sebelas jilid buku komik terkenal Jepang berjudul Akazukin Chacha.
“Ada
apa tentang itu?”
“Saya
menyukai manga ini.”
“Oh
ya?”
“Ya.”
Bagaimana
ia harus merespon? Kontras langsung pada keinginannya, ia merasa ekspresinya
melembut, tapi dengan tidak berusaha menyelidiki perjuangan terdalamnya,
Ryuzaki melanjutkan.
“Anda
Nikkei, bukan?”
“Nikkei…?
Kedua orang tuaku dari Jepang. Pasporku Amerika sekarang, tapi aku tinggal di
Jepang sampai tamat SMA…”
“Jadi
Anda pasti tahu manga ini. Karya
legendaris Min Ayahana-sensei. Saya
membaca semua terbitan yang diserialkan. Shiine sungguh manis sekali! Saya juga
menyukai anime-nya seperti saya
menyukai manga-nya. Cinta dan
keberanian dan harapan—Holy Up!”
“Ryuzaki,
apa kau ingin seperti ini dulu untuk sementara? Jika begitu, aku bisa menunggu
di ruangan lain…”
“Mengapa
Anda melakukan itu ketika saya sedang berbicara dengan Anda?”
“Err,
um… maksudku, aku juga menyukai Akazukin Chacha. Aku menonton anime-nya. Aku juga pernah mengalami
cinta, keberanian, harapan dan Holy Up.”
Misora
ingin memberitahunya persisnya betapa sedikitnya minat yang dimilikinya pada
hobi Ryuzaki, namun ragu-ragu apakah detektif pribadi ini akan mampu untuk mengerti
pendapatnya langsung pada Ryuzaki dari manapun yang mendekati akal sehat. Sama
ragunya dengan Ryuzaki sendiri.
Atau
apakah itu hal yang terlalu ditekankan?
“Bagus.
Kita akan membicarakan tawaran menyenangkan tentang anime lebih rinci pada lain kesempatan, tapi untuk saat ini, lihat
ke sini.”
“Hunh…”
Misora bergumam, dengan patuh melihat pada jilid Akazukin Chacha di rak.
Tidak
melihat apapun.
“Tidak
begitu…”
Hanya
sekumpulan komik. Paling itu menerangkan kalau Believe Bridesmaid fasih
berbahasa Jepang, dan menyukai manga…
tapi ada banyak sekali orang seperti itu di Amerika. Membaca yang aslinya
berbahasa Jepang daripada versi terjemahannya bukan hal yang sangat luar biasa.
Dengan adanya berbelanja di internet, itu akan menjadi hal yang sangat mudah
untuk mendapatkannya.
Mata
hitam bundar Ryuzaki menatap Misora terus-menerus. Merasa tidak nyaman, Misora
menghindari tatapannya, memeriksa setiap jilid satu per satu. Namun bahkan
setelah ia selesai mengeceknya, ia tidak menemukan fakta aneh atau apapun
seperti petunjuk.
“Aku
tidak melihat apapun… ada sesuatu mengenai salah satu dari komik itu?”
“Tidak.”
“Hunh?”
Ada lebih dari tanda kemarahan dalam suaranya. Ia tidak suka dipermainkan.
“Tidak? Apa maksudmu?”
“Bukan
salah satu dari itu,” kata Ryuzaki. “Sesuatu yang seharusnya di sini, tapi tidak
ada. Misora, Anda lah yang mengatakannya—pesan apapun dari si pembunuh ditandai
dengan ketidakadaannya pada apa yang seharusnya di sini. Anda lah yang
mengatakan bahwa ini berhubungan dengan jasad Believe Bridesmaid. Saya tidak
mengira saya perlu menjelaskan ini pada Anda—lihatlah lebih dekat, Misora.
Tidak semuanya di sini. jilid empat dan sembilan menghilang.”
“Eh?”
“Akazukin
Chacha ada tiga belas jilid. Bukan sebelas.”
Misora
melihat buku-buku itu lagi, dan dari nomor satu, dua, dan dari tiga ke lima,
enam, tujuh, dan dari delapan ke sepuluh. Jika Ryuzaki benar, dan semuanya ada
tiga belas jilid, lalu dua jilidnya hilang—jilid empat dan sembilan.
“Hmm…
benar. Tapi… Ryuzaki, lalu apa? Maksudmu si pembunuh mengambil dua jilid itu?
Pastinya ada kemungkinan, tapi terlihat sama seperti mereka hilang di tempat
pertama. Mungkin ia berencana mengambilnya nanti. Tidak semua orang membaca
manga sesuai urutan, kau tahu. Maksudku, nampaknya ia berhenti di tengah-tengah
melewati serial Dickwood, di atas sini…”
“Mustahil,”
kata Ryuzaki, tegas. “Tidak seorangpun di dunia ini yang pernah melewatkan dua
jilid di tengah-tengah Akazukin Chacha. Saya sangat yakin sekali fakta ini akan
diterima baik di pengadilan.” Pernahkah orang ini berada di pengadilan?
“Atau
paling tidak, jika anggota juri itu tahu banyak tentang komik Jepang.”
“Benar-benar
juri yang memihak.”
“Si
pembunuh sudah pasti mengambil komik itu,” ujar Ryuzaki, terang-terangan
mengabaikannya. Misora tidak akan membiarkan ini berlalu. Kakinya tertanam
dengan tegas di atas lantai secara realistis.
“Tapi
kau tidak punya bukti sama sekali, Ryuzaki. Ini sama kemungkinannya ia hanya
meminjamkannya pada seorang teman.”
“Akazukin
Chacha?! Anda bahkan tidak akan meminjamkan itu pada orangtuamu! Anda akan
memberitahu mereka untuk membelinya sendiri! Satu-satunya penjelasan yang
memungkinkan adalah si pembunuh mengambilnya!” Ryuzaki bersikeras, agak
memaksa.
Ia
tidak berhenti di sana.
“Lagi
pula, tidak seorangpun di dunia ini yang hanya ingin membaca jilid empat dan sembilan—saya
pertaruhkan selai saya!”
“Jika
yang kau maksud adalah selai yang kau makan tadi, setoples hanya sekitar lima
dolar.” Min Ayahana-sensei pasti
kecewa.
“Ikuti
saja, Misora, bahwa ketika pembunuh memindahkan kedua jilid itu dari ruangan ia
mempunyai sesuatu yang lain, alasan yang sepenuhnya tidak berkaitan untuk dilakukannya.”
“Selama
itu benar bahwa kedua jilid itu hilang, mengabaikan logika dan kemungkinan pada
saat ini dan mengikuti sepanjang hipotesa ini… masih aneh, bukan? Maksudku,
Ryuzaki, rak buku ini…” Tersusun penuh. Sangat rapat sampai-sampai mengambil
buku dari rak itu agak sulit. Jika ia benar-benar mengambil dua jilid manga, maka seharusnya di sana ada
banyak celah… atau tunggu…
“Ryuzaki.
Apa kau tahu berapa jumlah halaman jilid empat dan sembilan Akazukin Chacha?”
“Saya
tahu. 192 halaman dan 184 halaman.”
Sebenarnya
ia tidak mengharapkannya untuk tahu jawabannya… tapi 192 ditambah 184 adalah
376 halaman. Misora memandang sekilas rak tersebut, mencari di antara lima
puluh tujuh jilid buku yang memiliki ketebalan sama dengan 376 halaman manga.
Tidak membutuhkan waktu lama. Hanya ada satu buku yang tebal pada rak
ini—Insufficient Relaxation oleh Permit Winter.
Sewaktu
ia menariknya keluar dari rak, memang, ternyata pas 376 halaman.
Dengan
penuh harapan Misora membalik halaman sampai selesai, tapi ia tidak melihat
sesuatu yang menarik.
“Ada
apa, Misora?”
“Oh…
aku ingin tahu jika si pembunuh meletakan sebuah buku di rak sebagai pengganti
dua buku yang diambilnya dan jika buku itu adalah pesan yang sebenarnya.”
Berasumsi
bahwa itu benar-benar Believe Bridesmaid yang dengan cermat mengatur
buku-bukunya untuk mengisi raknya dengan pasti. Mungkin lebih kepada urusan
serampangan, dan pembunuh sudah mengisi seenaknya dengan buku yang diambil dari
ruangan yang lain—dan oleh perpanjangan dari garis pemikirannya, tidak ada yang
mengatakan jika Akazukin Chacha sebenarnya milik Believe Briedsmaid pada
awalnya. Dengan tidak adanya penanda buku, mungkin saja semua bagian adalah
pesan pembunuh—lalu bagaimana jika memang begitu? Jika itu kasusnya, hanya
perlu membuat semua menjadi lebih meyakinkan kalau ada sejenis pesan di sini. Tapi
jika tidak ada sesuatu yang luar biasa tentang buku itu sendiri, maka seluruh
teori gugur. Tidak lebih dari omong kosong.
“Bukan
ide yang buruk. Tidak, lebih dari ide yang bagus—tidak ada apa-apa lagi yang
bisa dipertimbangkan,” ujar Ryuzaki, menggapai tangannya ke arah Misora.
Pada
saat itu ia mengira Ryuzaki ingin menjabat tangannya, dan panik, namun kemudian
Misora menyadari ia hanya ingin buku Insufficient Relaxation. Diserahkannya
buku itu padanya. Ryuzaki mengambil buku tersebut dari genggamannya dengan jari
telunjuk dan ibu jari, dan mulai membacanya. Pembacaan cepat—ia menghabiskan
seluruh 376 halaman dengan sangat cepat.
Ia
hanya membutuhkan kurang dari lima menit untuk membaca seisi buku itu. Misora
tertarik untuk menyuruhnya membaca Natsuhiko Kyogoku.
“Begitu!”
“Eh?
Kau menemukan sesuatu?”
“Tidak.
Sama sekali tidak ada apapun di sini. Jangan melihat saya seperti itu. Saya
bersumpah, saya tidak bercanda. Ini hanya novel hiburan biasa, bukan pesan,
atau bahkan kiasan seperti Wara Ningyo. Dan tentunya, tidak ada huruf yang
tersembunyi di antara halaman, ataupun sesuatu yang ditulis tergesa-gesa di
pinggiran halaman.”
“Pinggiran
halaman?”
“Ya,
tidak ada apapun di pinggiran halaman selain nomor halaman.”
“Nomor
halaman?” ulang Misora. Nomor halaman… nomor? Angka, seperti… angka Romawi?
“Ryuzaki, umpamakan sayatan pada dada korban adalah angka romawi, apa yang
dikatakannya?”
“16,
59, 1423, 159, 13, 7, 582, 724, 1001, 40, 51, dan 31.”
Ingatan
yang bagus. Bahkan tidak perlu melihat gambarnya lagi. Ingatan yang sangat tajam—yang pertama nomor halaman
pada buku, dan sekarang ini.
“Ada
apa dengan angka-angka itu?”
“Aku
hanya ingin tahu apakah mereka menunjuk pada halaman di buku ini, tapi… dua
dari angka itu adalah empat digit. Buku itu hanya mempunyai 376 halaman. Tidak
sesuai.”
“Ya…
tidak, Misora, bagaimana jika itu diputar balik? Misalnya, 476 bisa berarti 376
ditambah seratus, dan menunjukkan halaman 100.”
“…Maksudnya
apa?”
“Saya
tidak tahu. Tapi mari dicoba dulu… 16 mudah, halaman 16. 59, 1423, 159, 13, 7,
582, 724, 1001, 40, 51, 31…”
Ryuzaki
menyipitkan mata hitam bundarnya.
Bahkan
tanpa melihat buku. Serius? Bahkan pada kecepatan membacanya, ia juga mengatur
untuk mengingat seluruh isi dengan sempurna? Apakah itu mungkin? Bisakah ia
benar-benar melakukannya? Bagaimanapun, Misora hanya bisa berdiri dan menunggu.
“…Begitu.”
“Tidak
ada apapun di sana?”
“Tidak…
ada sesuatu di sana. Sesuatu yang sangat spesifik, Misora.” Ryuzaki menyerahkan
buku Insufficient Relaxation kembali pada Misora. “Buka halaman 16,” katanya.
“Oke.”
“Apa
kata pertama di halaman itu?”
“Quadratic.”
“Selanjutnya
halaman 59. Kata pertama pada halaman itu?”
“Ukulele.”
“Selanjutnya
halaman 295. 1423 berputar tiga kali, dan mengenai 295 pada putaran keempat.
Kata pertamanya?”
“Tenacious.”
Mereka
melanjutkan. 159 tetap halaman 159, 13 tetap halaman 13, 7 tetap halaman 7, 582
adalah halaman 206, 725 adalah halaman 348, 1001 adalah halaman 249, 40 tetap
halaman 40, 51 tetap halaman 51, dan 31 tetap halaman 31, pada setiap halaman,
Misora membacakan kata pertamanya. Urutannya: “rabble,” “table,” “egg,” “arbiter,” “equable,” “thud,” “effect,” “elsewhere,” dan
“name.”
“Begitulah.”
“Jadi…
tentang apa itu?”
“Ambil
huruf pertama pada setiap kata.”
“Huruf
pertama? Um…”
Misora
melihat setiap halaman itu lagi. Ia tidak mempunyai ingatan yang buruk, tapi
tidak mampu mengingat dua puluh kata sekaligus. Paling tidak, bukan tanpa
diperingatkan di depan kalau ia perlu melakukan itu juga.
“Q-U-T-R-T-E-A-E-T-E-E-N…
qutr tea teen? Apa?”
“Sangat
mirip dengan nama korban kedua, bukankah begitu?”
“Kukira…”
Korban
kedua. Gadis berusia tiga belas tahun. Quarter Queen.
“Ada
kemiripan yang samar… Quarter Queen… hanya empat huruf yang berbeda.”
“Ya.
Bagaimanapun,” kata Ryuzaki, malas. “Empat dari dua belas huruf itu terlalu
banyak. Sepertiga darinya salah. Bahkan jika satu huruf saja yang berbeda, maka
semua teori runtuh. Kecuali itu cocok sepenuhnya, itu tidak bernilai disebut sebuah
pesan. Saya pikir mungkin ada sesuatu di sana, tapi mungkin hanya sebuah
kebetulan…”
“Tapi…
untuk sebuah kebetulan…” Itu sangat jelas.
Bagaimana
bisa?
Itu
pasti disengaja. Disengaja… atau abnormal.
“Tenang,
Misora… jika itu tidak cocok, maka tidak cocok. Kita sudah sangat dekat, tapi…”
“Tidak,
Ryuzaki. Pikirkan lagi. Semua keempat angka yang salah itu sesuai dengan angka
di atas 376. Itu semua angka yang harus kita putar balik.”
Ia
membalik halaman itu terus, memeriksanya lagi. Halaman 295, kata pertama:
tenacious, huruf pertama: T, huruf kedua E, huruf ketiga N, huruf keempat… A.
“Tiga
kali lewat, dan pada putaran keempat… kita tidak menggunakan huruf pertama,
tapi huruf keempat. Bukan T, tapi A. Dan pada 582, dan arbiter, sekali berputar dan pada putaran kedua memberi kita R
daripada A. Yang mengubah Qutrtea menjadi Quarter.”
Dengan
logika yang sama, “equable” adalah 724, jadi sekali lewat, pada putaran kedua,
huruf kedua: Q. Dan pada 1001 dan “thud”—bukan T, tapi U. Mengubah Eteen
menjadi Queen. Quarteer Queen.
L
benar.
Si
pembunuh meninggalkan pesan.
Sayatan
pada tubuhnya, dua buku yang hilang—pembunuh itu telah meninggalkan pesan. Sama
seperti teka-teki silang yang dikirimnya ke polisi, pesan yang menggambarkan
korban selanjutnya…
“Kerja
bagus, Misora,” ujar Ryuzaki, tenang. “Deduksi yang bagus sekali. Saya tak
pernah terpikirkan hal itu.”
---
Berikutnya: Bab 3 - Berlawanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar